Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Suatu hari seorang guru bercerita, tentang betapa ia menyukai perjalanannya.
Perjalanan dari rumahnya menuju majelis saat itu. Beliau katakan, kurang lebih seperti ini:
"Ana suka sekali jalur perjalanan dari rumah ke sini, tidak ada macet, pemandangannya indah, sejuk,"
Beliau bercerita dengan wajah penuh senyuman. Pandangan beliau menerawang. Dengan intonasi, ekspresi, dan cara beliau bercerita, membuat kami seolah bisa melihat semua yang sedang beliau sebutkan dalam ceritanya..
Belum usai kekaguman kami, beliau lalu bercerita tentang kebalikannya. Ya.. hal-hal yang tidak menyenangkan dari sebuah perjalanan: sampah, lingkungan kotor, bau yang tidak enak, dan semisalnya..
Dan lagi, belum sempat saya bertanya dalam hati tentang mengapa beliau menjatuhkan kami tiba-tiba dari pemandangan yang indah ke pemandangan yang 'tidak indah', beliau lalu berucap tentang hikmah dari itu semua.
Bahwa ketika kita melihat keindahan dunia, hendaknya itu menjadikan kita sadar akan nikmat-nikmat Allah pada diri kita, serta semakin membuat kita mengenal ke-Maha Besaran Allah..
Begitu pula, saat melihat sisi yang tak menyenangkan dari dunia, hendaknya membuat kita mengerti ada hikmah yang sangat besar di balik itu. Bahwa dunia adalah dunia, dengan segala ujian di dalamnya. Bahwa seindah apapun dunia, tidak akan sebanding dengan kenikmatan di Surga.
Jika memahami hakikat dari tempat di mana kita tinggal (sementara) ini, kita akan lebih tegar tatkala dihadapkan dengan ketidaknyamanan, atau dengan masalah demi masalah, atau saat ada rasa lelah, ada air mata, ada kesedihan. Karena inilah dunia.
Dan hendaknya pula kita menyadari bahwa ada keindahan sejati yang kita harus perjuangkan.
Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman: “Aku sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh kenikmatan (tinggi di Surga) yang belum pernah dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga dan terlintas dalam hati manusia”*
![]() |
Seindah apapun dunia yang kita lihat, dunia adalah dunia. Dan jika dunia dapat demikian indah, bagaimana dengan keindahan Surga? |
Referensi:
*Kitab Tafsir Ibnu Katsir (3/606), dalam Gambaran Surga: Buah-buahan Surga, Kenikmatan Tiada Tara (muslim.or.id)
**Foto: Photo by Pema Gyamtsho on Unsplash